Sabtu, 17 November 2012

Review Novel : All The Flowers in Sanghai

Judul     :  All the Flowers in Sanghai
Pengarang :   Duncan Jepson
Penerbit   :    Gramedia

Xiao Feng, anak kedua dari keluarga kelas menengah di Sanghai era abad 18. Meskipun berasal dari darah yang sama, Feng mendapat perlakuan yang berbeda dari satu-satunya kakak perempuannya. Sang kakak selalu dianakemaskan, dipersiapkan dengan baik agar mampu memenuhi ambisi sang ibu, menjadi wanita yang siap membawa keluarga Xiao masuk dalam jajaran keluarga bangsawan ternama di Sanghai. Kehidupan sang kakak yang glamor, pria bermobil yang selalu mengantar-menjemput hampir setiap malam untuk menghadiri pesta, klub malam dan pesta dansa, berbanding terbalik dengan Feng yang kesehariannya hanya menghabiskan waktu di taman bunga bersama kakeknya dan menghafalkan nama-nama bunga dalam bahasa Latin. Feng hanyalah gadis polos dan sederhana. Sampai suatu hari, di usianya yang ke-17 tahun, Feng bertemu dengan cinta pertamanya, Bi. Bi adalah seorang anak dari wanita bernama Madam Chang, penjahit yang menjahit baju pengantin kakak Feng.
 Kehidupan Feng berubah ketika kakak Feng harus meninggal akibat kanker. Keluarga Xang menuntut agar Feng menggantikan sang kakak. Ayah  Feng yang terlalu pengecut untuk menghadapi ambisi istrinya, secara terpaksa menikahkan Feng dengan Xiong Fa.
Dan akhirnya, terjadilah pernikahan yang tidak diharapkan Feng. Kekecewaan Feng bertambah karena kakeknya pun tidak berbuat apapun untuknya. Masa-masa di awal pernikahan menjadi neraka bagi Feng. Feng yang polos, bahkan tidak tau mengenai 'hubungan suami istri' dituntut agar bisa melahirkan seorang bayi lelaki yang dapat meneruskan warisan keluarga Xiong. Bagi Feng, hubungan suami istri hanyalah penyiksaan. Feng marah, mendendam dan membenci ibu, ayah, kakek dan kakaknya dan juga keluarga suaminya.  Kemarahannya akhirnya dilampiaskan dengan membuang bayi perempuan yang baru dilahirkan tanpa mau menggendong bahkan memeluknya. Di depan  Xiong Fa, Feng mengatakan kalo bayinya mati karena kesalahan ibu Xiong Fa.
Menjadi salah satu anggota keluarga bangsawan, akhirnya membuat Feng secara perlahan-lahan menikmatinya dan menyesuaikan diri.
 Kehidupan kakaknya, akhirnya dinikmati pula oleh Feng. Pesta, pakaian yang terbuka, pusat perhatian, ambisius, foya-foya dan terutama menjadi Istri Pertama dalam keluarga Xiong setelah berhasil melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Lu Meng. Dengan Lu Meng, sisi keibuan Feng muncul dan bertekad untuk membesarkan Lu Meng meskipun Lu Meng memiliki cacat pada kakinya. Dalam masa-masa membesarkan Lu Meng, tidak sedikit pun Xiao Feng memikirkan anak perempuan yang pernah dibuangnya.
Hingga akhirnya, seorang pelayan wanita muda datang dan bergaul dekat dengan Lu Meng dan Xiong Fa. Merasa bahwa sang pelayan wanita telah merebut hati anak dan suaminya, Xiao Feng tega mencambuk sang pelayan dan memakinya dengan sebutan pelacur. Setelah sadar, bahwa sang pelayan adalah bayi perempuan yang pernah dibuangnya, Feng merasa malu dan memutuskan untuk melarikan diri, mengejar kembali cinta pertamanya..Bi. Dan kehidupan Feng, kembali berubah.

************************************** 

Novel ini berlatarkan budaya Cina di era tahun 1930-an. Waktu itu masih dengan sistem bangsawan-budak, jadi tiap nyonya punya pelayan pribadi masing-masing (ingat serial drama Giok di Tengah Salju --> drama favorit). Para ibu-ibu berusaha biar anak perempuan pertamanya bisa menikah dengan keluarga kaya dan menjadi Istri Pertama yang dapat melahirkan bayi laki-laki. Pendapat saya, si Feng tidak hanya marah dengan keluarganya, tapi juga dengan budaya Cina pada saat itu yang cukup meremehkan perempuan dan kemarahannya dilampiaskan dengan membuang bayi perempuannya sendiri.  Penyesalan Feng akhirnya ditulisnya dalam bentuk buku bahwa bila saja ia mau melihat wajah bayi perempuan yang dilahirkan mungkin dia tidak akan pernah membuangnya. 




Baru 3 kali baca novel klasik, jadi rada susah buat reviewnya..latarnya berbeda dengan jaman sekarang. Ni novel klasik ketiga yg saya baca. Pertama Painted Veil, trus Mansfield Park, dan terakhir novel ini , All Flowers in Sanghai.