
Rabu, 14 Maret 2012
Review Novel : Tiga Venus

Juli, Emily dan Lies.
3 perempuan. Bertetangga.
Pertama : July, berumur 32 tahun, pny 3 orang anak, 2 diantaranya
merupakan pasangan kembar Marreta dan Marcelo. Ibu rumah tangga, suaminya
bernama Kevin.
Kedua : Emily, wanita lajang,modern, direktur perusahaan aksesoris
berlian (Waow!!!). Anti pernikahan (jadi ingat Siska dalam Dimsum Terakhir).
Tergila-gila dengan Gregory.
Ketiga : Lies, janda muda. Guru Sastra di SMA, menutup hatinya rapat2
terhadap para cowok gara-gara punya kenangan pahit dengan pernikahan
pertamanya, termasuk perhatian Moza, rekannya yang sesama guru Sastra juga.
Berawal dri hari yang kacau. July yang kerepotan mengurusi 3
anaknya : Mareta menendang Marcelo, baru tau kalo hamil usia 7 minggu (tau sendiri tow..mual-mual,
lemas, tidak bertenaga), dan tengah malam si Nico demam sehingga harus ke rumah
sakit. Emily yang seharian sudah capek dengan urusannya di kantor malah harus
kembali berurusan dengan sang bos,Richard, yang pingin melihat desain contoh
terbaru perhiasan yang akan launching padahal waktu sudah pukul 10 malam. Rapat
tengah malam itu diakhiri dengan dialog yang temanya paling menyebalkan bagi
Emily, pernikahan. Sedangkan Lies? Mengetahui bahwa Kim, siswi kesayangannya
hamil di luar nikah terpaksa ke rumah sakit juga tengah malam karena mendengar
kabar bahwa sang siswi berusaha untuk aborsi.
Malam itu, gerhana bulan, ada bintang jatuh. Mereka bertiga mengucapkan
permohonan yang sama “semoga kegilaan ini
cepat berlalu”. Dan akhirnya…simsalabim….roh bertukar raga.
Emily ada di dalam tubuh July. July ada di dalam tubuh Lies,
sedangkan Lies ada di dalam tubuh Emily. Hasilnya : “KACAU!!!”
Emily yang anti pernikahan harus menghadapi suami, 3 anak
July, dan juga ibu mertua yang digambarkan si pengarang sebagai “ondel-ondel
bersasak tinggi”. July yang kesehariannya sebagai ibu rumah tangga pertama kali
mengajar di depan siswa-siswi Lies dengan gaya yang tak biasa “berdiri di atas
meja” meniru akting Robbin Williams dalam
Dead Poets Society. Sedangkan Lies, guru
sederhana yang mendapati dirinya berada dalam tubuh seorang BOS yang fashionable juga harus menjalankan tugasnya sebagai
seorang direktur perusahaan.
Tiga Venus, tetap dengan gaya Clara Ng. Gaya bahasa yang enak dibaca. Saya trus ketawa
ketika membacanya dari awal sampe belakang sambil menghayal klo ni novel kalo
dibikin film pasti lucu. Ada beberapa yang masih saya ingat jelas, yaitu waktu
si July yang berada dalam tubuh Lies menerima ajakan kencan Moza. Bayangan July
waktu itu adalah makan malam yang romantis dengan tema candlelight dinner, tapi ternyata July harus gigit jari karna si
Moza hanya mengajaknya ke KFC…hahahaha..Saat itu, Lies bersama Gregory makan
bersama di restoran..menu Kepiting saus padang…menjadi masalah karena Emily
paling alergi makan binatang bercapit ini. Dengan muka yang sudah dipenuhi
benjol-benjol merah, Lies buru2 meninggalkan Gregory menuju KFC tempat July-Moza
makan malam yang letaknya tak jauh dari restoran tempatnya makan tadi untuk
membeli sebotol Aqua buat meredakan alerginya. Dan akhirnya, Emily mendapati
klo si July sedang bersama Moza..Moza..guru yang selalu dihindarinya sejak lama
dan selalu ditolaknya bila ada ajakan kencan..hahahahaha…
Sekali lagi, tema novel Clara berbeda..tidak menyajikan tema
cinta yang biasanya ada dalam novel metropop. Meskipun secara keseluruhan
kocak, Clara tetap menyelipkan pesan-pesan moral di dalamnya. Point 8 dari 10.
Rabu, 07 Maret 2012
Coming Soon : All About "Eat Pray Love"

Status : sedang dibaca
Sudah ditonton filmnya,...... Baguslah
pokoknya....
Point 8 dari 10..
Tapiiii, yg saya akan kupas di sini
(emangnya buah ? ) bukan konflik tentang pernikahan yang dialami
pengarang..
Because I've never married and I'm 23 years old.
Because I've never married and I'm 23 years old.
Saya mungkin lebih bercerita segala
jenis informasi menarik yang tidak pernah saya tau..yang ada dalam buku ini dan
juga tidak ada di filmnya. Seperti biasa, novel selalu lebih mendetail
ketimbang filmnya. Tentang 3 kota/negara . Italia, India dan Bali, latar cerita
dari kisah nyata Elisabeth Gilbert.
Kamis, 01 Maret 2012
Review Novel : Dimsum Terakhir
Sebelum me-review panjang
lebar, ada barisan puisi..ah tidak..bukan puisi..lebih tepatnya kalimat bijak diselipkan Clara Ng kutipan dari Tabula Rasa –
Ratih Kumala, Grasindo, 2004 di awal halaman novel ini.
Kita disebut perawan
sebab kau rawan dan harus berhati-hati
Maka, saat kau
beranjak dewasa dan tamumu mulai datang,
Ibumu lalu girang
karena “tamu” telah mengetuk pintu putrinya.
Darah merah melambangkan
kesuburan lalu tamumu datang setiap bulannya.
Per 28 hari, lima
sampai tujuh hari, apa yang terjadi?
Seperti ayam, telurmu
tumbuh dalam tubuh
Ibumu bahagia,
bersyukur dan berdoa . Lalu pesannya,
“Jagalah bungamu,
jangan kau buahi telurmu,
Agar kau suci selalu
hingga menjadi persembahan paling berarti buat calon suami.”
Pagar ayu-pagar
ayu..sesuatu yang rawan
Sebab kau seorang
perawan.
Sesuatu yang harus
dijaga sebab sakral adalah capnya.
Lalu, kau menyumpahi
dirimu karena kau wanita.
Tapi kemudian dirimu
matang seperti telurmu
Yang siap panggang.
Kau siap menjadi
pembawa generasi bagi manusia,
Dan surga ada di
telapak kakimu
Status : baru selesai dibaca,makanya saya langsung kebelet
membuat review-nya biar fresh…..hehehehehe :p
4 saudara kembar, semuanya perempuan, dengan karakter yang
berbeda-beda (menurut salah satu komentar pembaca di goodreads,lamaran sifat berdasarkan tanggal lahir di berbagai macam penanggalan2 tidak berlaku,
karena buktinya ada di keempat kembar ini yang memiliki sifat yang tidak sama).
Berasal dari darah Tionghoa, hidup
dengan tradisi-tradisi Tionghoa, pada saat dimana lmlek belum menjadi hari raya
nasional, keempat saudara kembar ini bangun pagi2, ramai-ramai membantu sang
Ibu yang telah tiada membuat dimsum. Dimsum Imlek ini, dimakan pagi2 sebelum ke
sekolah.
Siska, si sulung, bertipe pemimpin, paling cerdas dan judess
minta ampun, klo bicara atau menyindir atau memohon sesuatu langsung menjurus
ke pokok persoalan,tidak pake basa-basi, pengusaha yang memiliki basis di
Singapura.
Indah, kembar kedua, wartawan,yang paling tidak akur dengan
Siska, postur tubuhnya lebih pendek daripada yang lain, klo bicara terkadang
gagap. Jatuh cinta dengan seorang Pastor (eiitss…fatal ney). Tinggal di
Jakarta.
Yang ketiga, Rosi..petani mawar, sesuai namanya. Paling beda
dari ketiga saudarinya yang lain, potongan rambut cepak kayak cowok, malas
pakai rok dari kecil. Berusaha untuk menutupi keadaan dan jati diri yang
sebenarnya,yang merasa bahwa rohnya berada dalam tubuh yang salah. Tinggal di
Bogor. Jatuh cinta pada seorang perempuan.
Novera, kembar bungsu, lembut, penyabar, satu-satunya penganut
agama Katolik di keluarga pasangan Anas dan Nung yang memiliki darah murni
Tionghoa, fisiknya lemah. Tinggal di Jogja, bekerja sebagai seorang guru.
Berkumpul kembali karena Nung sakit keras, memaksa ketiga
kembar kecuali Indah harus kembali ke
Jakarta, berkumpul kembali di rumah. Nung meminta mereka untuk menikah sebelum
meninggal.
Sanggupkah mereka
berempat memenuhi permintaan Nung? Mampukah Siska dengan karakter judesnya
mampu merangkul adik-adiknya yang kesemuanya memiliki sifat berbeda, menjadi anak
sulung yang baik, dan mencari seorang pria untuk dijadikan suami? Mampukah
Indah memenuhi permintaan ayahnya, sedangkan ayah dari bayi yang ada dalam
rahim adalah seorang biarawan yang sudah bersumpah setia di hadapan Tuhan untuk
hidup selibat, mencurahkan cintanya hanya kepada Tuhan semata? Bagaimana dengan Rosi, ayahnya meminta agar
mereka berempat menikah dengan laki-laki, sedangkan dia sendiri merasa dirinya
adalah lelaki dan jatuh cinta pada seorang perempuan, berusaha untuk menutupi
diri yang sebenar-benarnya? Apakah Novera mampu mendapatkan jodoh setelah
kanker rahim yang dideritanya membuat rahim harus diangkat dan menjadikannya
sebagai wanita yang tidak sempurna (pandangan orang umumnya, wanita yang
sempurna bila punya rahim, yang mampu menghasilkan anak).
4 wanita kembar..dengan karakter yang berbeda..berada dalam
1 rumah demi merawat ayah yang sedang sakit keras. Membayangkan klo saya punya
saudara kembar 3..wah..pasti rumah ramai.Banyak pertengkaran,..tapi juga pasti
bisa saling memahami karna adanya ikatan yang kuat antara satu sama lain. Saya
suka dengan gaya bahasa Clara Ng , seperti pada novel-novel sebelumnya (mis.
Sekuel Indiana), ada beberapa adegan cerita membuat terbahak2, dan juga ada
yang membuat saya terharu setengah mati(lebay dehhh..). Secara umum,saya
ancungi 2 jempol dan saya rekomendasikan untuk dibaca. Novel yang saya baca
sekarang termasuk cetakan ketiga, kesimpulan saya pasti waktu awal diterbitkan
dulu, novel ini cukup laris manis di kalangan pembaca lainnya. Ada sepenggal
kalimat yang sangat saya suka di novel ini :
“Kamu ciptaan yang
paling tepat, sesuai dengan apa yang Dia harapkan, apa yang Dia inginkan. Ini
berlaku bagi semua orang, semua tumbuhan, semua makhluk, planet, bintang,
gunung, pasir, virus, air mata, senyuman, banci, homo, lesbian, yatim piatu,
pendoa, pendosa, orang miskin, kelaparan .. “.
Tentu saja…karena segala sesuatu yang Dia ciptakan, baik
adanya.
Langganan:
Postingan (Atom)